Sabtu, 23 Agustus 2008

Tujuan Pendidikan Menurut Perspertif Al Qur'an

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah.
Nabi Muhammad adalah nabi yang terakhir sebagai penutup diantara para nabi yang menjadi utusannya. Sebagai nabi ia diberi wahyu yang bernama al Qur’an. Al Qur’an adalah firman Allah sebagai petunjuk yang diberikan kepada manusia kejalan yang lurus. ( Q.S. Al-Isro’ 17/50:19)
Dengan keadaan demikian, al-Qur’an harus dipandang sebagai panutan dalam berbagai aspek kehidupan, tidak hanya mencakup ajaran dogmatis, tetapi juga ilmu pengetahuan. (Umar Syihab, 1990: 93)
Oleh karena itu banyak ungkapan dalam al-Qur’an yang menyuruh manusia untuk melihat, memperhatikan, berfikir, menganalisa, bekerja dan beramal. Dalam hal ini dapat dfahami, karena al-Qur’an enggan menerima orang-orang yang buta hatinya atau orang yang hanya ikut-ikutan saja. Al Qur’an akan menerima orang yang senantiasa menggunakan akal sehatnya dan jauh dari segala macam pengaruh. (Syekh Mahmud Abdul Fayid, t.th.:11)
Dan Allah mengemukakan bahwa tidaklah bisa disamakan antara orang yang tahu dengan orang yang tidak tahu. Hal ini dijelaskan dalam Q.S az Zumar (39/59): 9 yang berbunyi:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لاَ يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
…..Katakalah: “Adakah sama orang – orang yang mengetahui dengan orang – orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat maenerima pelajaran.
Dalam ayat yang lain , bahkan menjelaskan bahwa orang yang tahu (mempunyai pengetahuan) mempunyai peranan yang besar dan derajat yang tinggi. Hal ini dijelaskan dalam Q.S.al-Mujadalah (58/106): 11
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
…..niscaya Allah akan meninggikan orang – orang yang beriman di antaramu dan orang – orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Megetahui apa yang kamu kerjakan.
Dengan penjelasan tersebut, maka nampaklah bagi kita bahwa al-Qur’an sangat mengagungkan kebebasan berfikir dan menghargai kekuatan akal. Namun persoalannya, dapatkah manusia berfikir dan mempergunakn akal secara baik dan benar tanpa melalui proses. Untuk itulah diperlukan adanya satu proses dalam kehidupan manusia yang disebut pendidikan.

2. Rumusan Masalah
Untuk lebih memfokuskan paparan permasalahan pada makalah ini penulis membatasi pada rumusan masalah sebagai berikut;
Tujuan Pendidikan dalam Perspektif al Qur’an yang berdasarkan pada ayat 1-5 dari Q.S Al-Alaq.
3. Metodologi
Makalah ini disusun menggunakan metode telaah pustaka, dengan cara mengutip pendapat dari tulisan yang telah dibaca, kemudian ditelaah dan dianalisis sesuai dengan kemampuan penulis.
Untuk pengumpulan data pada makalah ini digunakan metode pengumpulan data literer, yakni dengan terlebih dahulu menelusuri buku – buku yang ada relevansinya dengan masalah – masalah yang dibahas untuk dikaji guna mencari landasan upaya pemecahan persoalan.











B. PEMBAHASAN MASALAH

1. Prolog Turunnya Ayat.

Dalam makalah ini akan dibahas tentang pendidikan dalam Al-Qur’a yang berdasarkan pada ayat 1-5 dari Q.S.Al-‘Alaq (96/1) yang berbunyi
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ(1)خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ(2)اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ(3)الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ(4)عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ(5)

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia ) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Proses penerimaan wahyu itu pada suatu hari di dalam gua hiro’ beliau dikejutkan oleh kedatangan malaikat membawa wahyu Ilahi. Malaikat berkata kepadanya “Bacalah”. Beliau menjawab “ Aku tidak bisa membaca”. Kedua kalinya malaikat memegang nabi dan menekan-nekannya hingga nabi kepayahan lalu dilepaskannya. Malaikat berkata lagi kepadanya; “Bacalah”. Nabi menjawab,”Aku tidak bisa membaca”. Ketiga kalinya malaikat memegang nabi dan menekan-nekannya hingga nabi kepayahan, kemudian nabi diperintahkan membaca dengan mengucapkan apa yang diucapkan oleh malaikat, yaitu Q.S Al Alaq ayat 1- 5. (Ahmad Mushthofa al-Maroghi Juz XXX, 1974:197).
Selanjutnya, beliau pulang ke rumah Khotijah dalam keadaan gemetar. Sambil berkata: “Selimutilah aku, selimutilah aku”. Orang-orang yang ada di rumah itu menyelimutinya hingga rasa takut hilang. Lalu Rasulullah saw. menceritakan semuanya kepada Khatijah: “Aku merasa khawatir pada diriku”. Khotijah berkata: “Jangan khawatir, engkau bergembiralah! Demi Allah, sesungguhnya engkau adalah orang yang menyambung silaturrahmi, benar dalam bicara, menanggung beban, gemar menyuguhi tamu, dan senang menolong orang yang tertimpa bencana (Ibnu Katsir. Juz IV, t. th: 527)
Berdasarkan keterangan diatas menunjukkan bahwa ayat-ayat yang lima ini merupakan awal mula diturunkannya al-Qur’an dan menunjukkan bahwa Muhammad mulai diangkat menjadi pesuruh Allah atau Rasulullah..

2. Proses Pendidikan

Kata إقرأ pada ayat 1 dan 3 dari Q.S.al-‘Alaq ( 96/1 ) mempunyai arti “perintah membaca”. Kata إقرأ pada ayat ketiga ini merupakan pengulangan dan penguat dari ayat pertama. Menurut Al Nisaburi, sebagaimana yang dikutip M.Quraish Shihab (1997: 93) adalah sebagai berikut:
1. Perintah membaca yang pertama ditujukan kepada pribadi Muhammad Saw., sedangkan yang kedua kepada umatnya.
2. Yang pertama untuk membaca dalam salat, sedang yang kedua diluar salat.
3. Perintah pertama dimaksudkan sebagai perintah belajar untuk dirinya sendiri, sedang yang kedua adalah perintah mengajar orang lain.

Kata إِقْرَأْ yang berasal dari قَرَأَ - يَقْرَأُُ yang terdiri dari “qaf, ra’ dan hamzah’,berarti “pengumpulan, penghimpunan”. (al-Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya, Juz V, t.th.: 78-79). Kalau kata ini diterjemahkan dengan “bacalah”, maka kata perintah ini mengandung aspek pendidikan , yaitu dengan adanya seseorang membaca, ia berarti menghimpun dan mengumpulkan ilmu pengetahuan. Dengan kata
قَرَأَ ini pula menandakan bahwa sejak awal diturunkannya al-Qur’an telah memberikan isyarat bahwa betapa pentingnya ilmu pengetahuan. Perintah membaca pada wahyu pertama ini, nantinya disusul dengan ayat demi ayat yang berjumlah 6.236 ayat yang sebagian besar mendorong kepada ilmu pengetahuan. (Zakiah Darajat, 1972: 8-80). Hal ini memberikan indikasi kepada kita betapa pentingnya perintah membaca tersebut. Untuk bisa membaca memerlukan belajar terlebih dahulu, sementara belajar itu sendiri merupakan bagian dari pendidikan.
Kata قَرَأَ di dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak tiga kali, yaitu dalam Q.S.al-A’la/96:1 dan 3, serta Q.S. al-Isra’/17: 14. Dalam Q.S.al-Isra’/17:14 berbunyi:
اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا
“Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu”.

Ada yang merasa heran mengapa pertama dari ayat tersebut adalah kata إِقْرَأْ
Atau perintah untuk membaca. Padahal nabi Muhammad belum pernah membaca suatu kitab apapun sebelum turunnya al- Qur’an. Hal ini sesuai dengan Q.S.al-‘Ankabut (29/85): 48
وَمَا كُنْتَ تَتْلُو مِنْ قَبْلِهِ مِنْ كِتَابٍ وَلاَ تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ إِذًا لاَرْتَابَ الْمُبْطِلُونَ
Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (al-Qur’an) sesuatu Kitab pun dan kamu tidak (pernah) menulis sesuatu kitab dengan tangan kananmu; andai kata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu).

Keheranan ini akan hilang jika seseorang tersebut menyadari arti dari iqra’
itu sendiri dan menyadari pula bahwa perintah membaca itu juga untuk umat manusia seluruh alam dalam sejarah kemanusiaan. Sebab al-Qur’an menjadi pedoman bagi umat manusia agar berbahagia dunia dan akhirat.
Kata “bacalah” dalam ayat pertama ini menunjukkan bahwa perintah tersebut dalam kategori mar takwini, perintah atau titah Allah untuk menjadikan sesuatu. (Muhammad ‘Abduh,1999: 248)
Ayat pertama sesudah kata إِقْرَ adalah kata بإسم yang berasal dari kata bi dan ism. Huruf bi biasanya diterjemahkan “dengan”. Ada pendapat maksud dari bi ini antara lain:
1. Huruf ba’ ( ب ) yang dibaca bi tersebut adalah sisipan yang tidak menambah suatu makna tertentu melainkan hanya sekedar memberi tekanan kepada perintah tersebut. Pendapat ini menjadikan kata ismi ( إسم ) sebagi obyek dari perintah iqra’ seperti yang dikemukakan di atas.
2. Huruf ba ( ب ) tersebut mengandung arti “pernyataan” atau mulasabah sehingga ayat tersebut berarti” Bacalah disertai dengan Nama Tuhanmu!” (M.Quraish Shihab.1997:80)
Dari dua pendapat tersebut penulis lebih cenderung pada point yang kedua sebab dalam membaca kita harus selalu bersama nama Tuhan . Jadi mengaitkan pekerjaan membaca dengan nama Tuhan mengantarkan si pelaku selalu karena Tuhan dan akan menghasilkan keabadian, karena Tuhan yang Kekal Abadi, serta diiringi keikhlasan.
Kata ismi dari kata sama-yasmu berarti tinggi, (al-Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya.T.th:JuzIII:99), dan juga dapat berarti tanda, (M.Quraish Shihab,1997). Dalam bahasa Indonesia diartikan ”nama” , sebab nama itu harus dijunjung tinggi dan sebagai tanda sesuatu.
Kata rabb dari kata rabba terdiri dari huruf ra’, ba’, dan mu’tal berarti penambahan, pertumbuhan dan peninggian, (Al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya, Juz II,T.TH.:483), ada yang mengatakan berarti meningkatkan, penambahan, pengembangan atau pertumbuhan. (Ibn Manzhur ,vol.14,1968: 304 – 307). Kata tersebut akhirnya mengacu pada arti pengembangan, peningkatan, ketinggian, dan perbaikan. Kata rabb berarti pendidikan karena dari akar kata تربية
Kata تربية yang berati “menjadikan / mendirikan sesuatu tahap demi tahap sampai taraf sempurna”. (Al Raghigb al- Ashfahani ,1992: 189). Dapat pula berarti “memelihara” , atau “memperbaiki”. (Al Husayn Ahmad bin Faris bin Zkariya,Juz II, t.th: 18 – 19)
Maududi menjelaskan bahwa” mendidik dan memelihara” merupakan salah satu dari sekian banyak makna implisit yang terkandung di dalam kata رَبَّ (Abdurrahman Saleh Abdullah. 1990: 18) Qurthubi menyebutkan bahwa kata ini merupakan bentuk diskripsi yang diberikan kepada seseorang yang melakukan suatu perbuatan secara paripurna. (Abdurrahman Saleh Abdullah. 1990: 19). Sementara Al-Razy membuat perbandingan antara Allah Yang Maha Mendidik yang mengetahui benar kebutuhan – kebutuhan hambanya sebagai peserta didik, karena Allah adalah Sang Pencipta. Pemeliharaan manusia terbatas kepada kelompok tertentu , sementara Allah adalah Rabb al-‘Aalamin yang universal dan tiada batas. Karena manusia berkomunikasi dan menitik beratkan pendidikan bagi manusia yang ada di bumi ini, maka akan sangat relevan jika Allah diyakini, yang telah mengajarkan manusia di muka bumu ini dengan nama – nama dari segala sesuatu yang ada. (Abdurrahman Saleh Abdullah 1990: 19) Jadi pendidikan merupakan proses transformasi pengetahuan dari satu generasi, atau dari orang tua kepada anaknya , atau dari seseorang pengajar kepada anak didiknya. (Ahmad Zaki., t.th.: 1270)
Kata rabbuka dalam ayat ini berarti Tuhanmu , sebab Tuhanmulah yang mendidik, memelihara, memperbaiki manusia. Itu semua pada hakekatnya adalah pengembangan, peningkatan, perbaikan, meninggikan kemampuan yang menjadi obyek didik, yaitu manusia.
Kata خَلَقَ dari berarti memberi ukuran sesuatu dan menghaluskan sesuatu. (Al Husayn Ahamad bin Faris bin Zakariya, Juz II,t.th.: 213). Kedua- duanya merujuk pada makna pemberian bentuk sesuatu yang mengarah pada fisik dan pemolesan psikis manusia. Kata khalaqa dalam bahasa Indonesia biasa diartiakan” menciptakan”. Yang dimaksud adalah menciptakan dari tiada, atau menciptakan tanpa satu contoh terlebih dahulu. ( M.Quraish Shihab.1997: 86)
Kata الإنسان diterjemahkan dengan “manusia” berarti keadaan sesuatu yang selalu tampak dan jinak. (Al-Husayn Ahmad bin Faris bin Zakariya, Juz I, 1979: 145). Untuk makna yang pertama relevan dengan penampilan manusia yang dapat dilihat fisiknya yang berbeda jika dilawankan dengan jin sebagai makhluk halus. Untuk makna yang kedua berkenaan dengan sifat kejiwaan manusia seperti keramahan, kesenangan dan berpengetahuan. (Abd.Muin Salim .1989: 104). Selain kedua arti tersebut kata الإنسان dari akar kata نسين (nisyun) berarti lupa , ada pendapat dari نوس (nawsun) berarti pergerakan dan dinamika. (M.Qurish Shihab ,1997:89). Dengan demikian manusia itu tercakup adanya pisik psikis yang mempunyai sifat lupa, selalu ingin bergerak maju dan dinamis.
Kata علق berarti sesuatu yang digantungkan pada sesuatu yang tinggi.(Al-Husayn Ahmad bin Faris bin Zakariya, juzIV,t.th.:125). Kata al’alaq dalam ayat ini biasanya diartikan dengan darah yang beku. (al-Raghib al-Ashfahani,1992:579), maka dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan segumpal darah. Kemudian membekalinya dengan ilmu pengetahuan biasa mengolah bumi serta menguasai apa yang ada padanya untuk kepentingan umat manusia. Untuk memperoleh ilmu pengetahuan ada ketergantungan dari pihak luar atau orang lain, yaitu pendidik.
Kata إقرأ yang kedua dalam ayat ke tiga menunjukan adanya perintah membaca yang berulang -ulang , apa lagi jika dihubungkan dengan prolog turunnya ayat-ayat ini akan nampak jelas bahwa membaca itu harus berulag-ulang. Didalam prolog turunnya ayat-ayat ini Rasullullah disuruh membaca sampai tiga kali dan dalam ayat –ayatnya ada dua kali sehingga berjumlah lima kali perintah membaca
Kata إقرأ lebih terasa kandungan pendidikannya, jika dihubungkan dengan kalimat وربك الأكرم kata رب pada dasarnya bermakna “pendidikan” sudah dijelaskan sebelumnya. Selanjutnya kata رب disifati dengan kata أكرم . Kata ini asalnya terdiri dari huruf kaf, ra’ dan mim, yang berarti mulia pada sesuatu pada dirinya atau mulia pada akhlak .(al-Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya,1979,Juz V: 171-172). Menurut M.Quraish Shihab (1992 b:27) bahwa كرم mempunyai arti, antara lain: memberikan dengan mudah tanpa pamrih, bernilai tinggi, terhormat, mulia, setia, dan kebangsawanan. Namu apabila kata ini disifatkan kepada Allah, maka ia berarti nama yang dilekatkan karena kebaikan-Nya dan kemaha murahan-Nya yang tampak (Q.S.27/48:40).
Kata أكرم dalam ayat ini dalam bentuk ism tafdhil mengandung pengertian bahwa Allah menganugerahkan puncak dari segala yang terpuji bagi segala hamba-Nya, khususnya dalam perintah membaca. Di samping itu pula dapat bermakana bahwa Allah lebih tinggi dari segala kemuliaan dengan pengertian bahwa Allah dalam memberi tidak mengharapkan manfaat, pujian ganjaran, atau menolak bahaya. (Al- Fakhr al-Razi, t.th.:16)
Al-Qurthubi menyatakan bahwa penyifatan Tuhan dengan أكرم mengandung arti kemahabijaksanaan Tuhan akan ketidaktahuan hamba-Nya, maka Dia tergesa-gesa dalam menyiksanya. (al-Qurthubi ,t.th.:7209). Sedangkan Sayyid Quthub berpendapat bahwa penyifatan Tuhan di sini menunjukkan kemahakuasaan Tuhan, apabila dikaitkan dengan ayat sebelumnya yang menyebutkan Tuhan menumbuhkan dari hal- hal yang kecil dan sderhana ke bentuk mulia. Jadi kemahamurahan Tuhan disini nampak pada perubahan segumpal darah ke derajat manusia. (Sayyid Quthub,juz XXVIII,1971:617-618).
Dengan demikian , dari kedua pendapat diatas , dapat disimpulkan bahwa terlihat perbedaan antara perintah membaca pada ayat yang pertama dan perintah membaca pada ayat yang ketiga dari Q.S.96/1 al-‘Alaq. Pertama menjelaskan syarat yang harus dipenuhi seseorang ketika membaca yaitu membaca demi Allah; sementara perintah kedua menggambarkan manfaat yang diperoleh dari bacaan tersebut, yaitu Allah akan menganugerahkan kepdanya ilmu pengetahuan , dan wawasan baru.
Hal ini menunjukkan apa yang dijanjikan Allah terbukti secara sangat jelas dalam membaca ayat al-Quran, yaitu penafsiran – penafsiran baru atau pengembangan-pengembangan dari pendapat - pendapat yang telah pernah ada. Begitu pula terbuktinya dengan sangat jelas dalam “pembacaan” alam raya ini dengan bermunculannya penemuan-penemuan baru mebuka rahasia-rahasia alam, dan orang yang banyak membaca itu hidup akan mulia.

3. Tujuan Pendidikan
Salah satu bentuk kalam Allah adalah apa yang dikandung dalam Q.S. Al-‘Alaq (96/1):4 الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
Ayat tersebut mensifati Tuhan Yang Maha Pemurah. Dengan demikian rangkaiannya menerangkan sebagian bentuk atau cara Tuhan melimpahkan kemurahan-Nya. Dalam memberikan kemurahan kepada hamban-Nya, maka Dia harus mengajarkan kepada mereka, sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tuhan adalah pendidik.
Dalam Q.S. al-Alaq (96/1): 4 tersebut menggambarkan bahwa Allah mengajarkan manusia dengan perantaraan قلم . Kata قلم biasanya diartikan dengan “pena”. Kata قلم baik dalam bentuk tunggal maupun jamak digunakan oleh al-Qur’an dalam arti “alat”, baik untuk menulis maupun untuk mengundi. Dari arti قلم pada ayat ini adalah “hasil dari penggunaan alat tersebut”, yakni “tulisan”, sebab pena adalah alat untuk menulis. Dalam artian bahwa kata yang digunakan berarti “alat”/ قلم, tetapi yang dimaksudkan adalah hasil penggunaan alat tersebut yakni “tulisan”, Pengertian ini menggambarkan bagaimana terjadinya pengajaran dari pendidik kepada obyek didik melalui pena.
Pemilihan kata قلم sebagai pengganti kata كتابة berarti “tulisan”, menggambarkan betapa pentingnya peranan alat tulis bagi umat manusia, baik alat itu yang berbentuk sederhana seperti pensil maupunn yang canggih seperti komputer dan alat percetakan, yang kesemuanya harus berperan untuk mencerdaskan umat manusia. Keterangan tersebut dapat difahami bahwa ayat keempat dari ayat ini menjelaskan peranan pena dalam Pendidikan. Namun tidak dijelaskan siapa yang diajar dan apa yang diajarkan.
Jawaban dari pertanyaan diatas dapat dilihat pada ayat kelima, yang berbunyi : عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ Ayat ini menerangkan bahwa Tuhanlah yang mengajarkan ilmu kepada manusia tentang apa yang tidak diketahuinya. Ini berarti bahwa sumber ilmu manusia ialah Allah sendiri.
Kalimat ما لم يعلم dapat pula memberikan pengertian tentang tujuan pendidikan yang dilihat dari dua aspek pendidikan (Umar Syihab, 1990: 93-94).
Pertama adanya perubahan dalam diri seseorang atau masyarakat menjadi tahu, dengan adanya hal-hal atau informasi-informasi yang disampaikan kepada seseorang atau masyarakat tersebut. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan pada diri seseorang dan masyarakat. Kedua adalah menggali potensi yang terdapat dalam diri manusia. Lewat pendidikan, potensi dalam diri manusia dapat digali secara cermat. Potensi manusia dapat berupa intelegensia, kreatifitas, kepribadian dan lain-lain potensi yang dimilikinya. Dengan demikian aspek pendidikan terdiri dari aspek eksternal dan aspek internal.
Tujuan pertama dapat berarti bahwa pendidikan merupakan pewarisan budaya, sementara tujuan kedua pendidikan berarti pengembangan potensi. Dari sini tercermin bagi kita bahwa apa yang belum diketahui, tidak hanya berarti bahwa manusia tidak mempunyai pengetahuan sama sekali, tetapi dalam diri manusia terdapat potensi-potensi yang perlu digali dan diaktualisasikan, agar dapat berguna bagi dirinya, agamanya dan masyarakatnya, baik untuk duniawi ataupun ukhrawi.

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ(1)خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ(2)اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ(3)الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ(4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ(5)

Dari ayat tersebut diatas dapat diketahui bahwa, sejak turunnya awal wahyu manusia terdokma jiwa tauhid dan berilmu pengetahuan. Hidup manusia selain bertauhid termasuk berilmu pengetahuan









C. KESIMPULAN

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut;
1. Sebelum Nabi Muhammad menerima wahyu pertama beliau senang menyendiiri untuk bersemedi di dalam gua Hiro’ untuk beribadah, lalu menerima wahyu dalam Q.S al-‘alaq ayat 1-5.
2. Lima ayat yang turun pertama kali ini menjelaskan pentingnya pendidikan. Pendidikan itu sangat penting bagi umat manusia, sehingga perlu jenjang pendidikan yang berkelanjutan dan perlu diulang-ulang.
3. Mermbaca dan menulis dua komponen yang melahirkan proses pendidikan. Melalui bacaan manusia memperoleh ilmu pengetahuan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
4. Tujuan pendidikan untuk mengadakan perubahan dalam diri manusia, dan menggali potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia, pertama merupakan pewarisan budaya dan yang ke dua pengembangan potensi oleh manusia agar dapat diaktualisasikan : والله أعلم باالصواب
5. Menuntut ilmu adalah merupakan kewajiban bagi manusia. Karena manusia hidup selain harus bertauhid juga harus beriulmu pengetahuan
6. Antara tauhid dan ilmu pengetahuan kedua pengertian yang tidak dapat dipisahkan

Tidak ada komentar: