Rabu, 03 September 2008

PEMBANGUNAN KARAKTER DAN AKHLAQ MULIA DIMASA REMAJA

PEMBANGUNAN KARAKTER DAN AKHLAQ MULIA
DI MASA REMAJA

A. Pendahuluan
Bahwa kemajuan dan martabat bangsa bukan hanya ditentukan oleh prestasi material semata, tetapi juga oleh kekuatan akhlak, moralitas dan karakter bangsa. Pembangunan kekuatan akhlak, moralitas dan karakter bangsa tersebut harus dilakukan secara serius, konsisten dan bersama-sama oleh seluruh potensi dan elemen bangsa. Bahwa generasi muda adalah potret masa depan bangsa, dan karena itu perlu mendapatkan perhatian, bimbingan dan peluang untuk tumbuh sebagai manusia Indonesia yang cerdas, berkarakter dan berkomitmen. Ikhtiar bersama untuk melakukan pembangunan akhlaq moralitas dan karakter bangsa dimaksudkan untuk kemajuan dan kemartabatan bangsa serta dilakukan dengan cara-cara yang baik dan berbudi. Yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju kepada suatu kebaikan sampai akhit hayat dengan prinsip mengasihi bukan menghakimi dan atau memusuhi, yang diwujudkan dalam bentuk kepekaan dan kepedulian untuk berbuat dan berjuang. Membangun karakter dan akhlaq mulia dalam ajaran Islam sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw bahwa rukun Islam itu terdiri dari 5 perkara. Sebagaimana Nabi bersabda yang artinya sebagai berikut :
"Islam itu dijadikan lima perkara yaitu meyakini/bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan Aku (Muhammad saw) adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat/shodaqoh, menunaikan haji ke baitullah dan puasa di bulan Romadhon."
Dari hadits tersebut penulis jadikan acuan untuk membangun karakter dan akhlaq mulia, dan peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan pembangunan ini.

B. Membangun Karakter di Masa Remaja
Fase ini dimulai dari ketika anak genap berusia tujuh tahun hingga empat belas tahun. Di masa ini anak tengah mempersiapkan dirinya untuk menjadi manusia matang dan satu anggota dari masyarakatnya. Pada fase ini, anak mulai menghilangkan kebiasaan meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa dan mulai memperhatikan alam dan lingkungan sekitarnya. Saat itulah daya pikir anak mulai terbuka dan mampu untuk berimajinasi dan menangkap banyak masalah yang tidak kasat mata. Ia mulai berpikir tentang dirinya sendiri. Ia memandang dirinya sebagai salah satu makhluk yang hidup, berdiri sendiri, dan memiliki kehendak yang lain dari kehendak orang lain. Cara yang dilakukannya untuk menunjukkan keberadaan dirinya itu seringkali berupa perlawanan dan penentangan terhadap apa yang selama ini biasa ia lakukan. Ia berusaha untuk menampakkan jatidirinya dengan menentang dan membuat keluarganya marah demi menunjukkan kepada mereka bahwa ia adalah dirinya. Anak seperti ini akan memilih jenis dan warna pakaiannya sendiri, ingin bebas menentukan pelajaran yang ia sukai, dan berhubungan dengan siapa pun yang ia sukai dan dengan cara semaunya. Pada masa inilah orang tua harus memberikan perhatian ekstra terhadap pendidikannya karena kini ia tengah berada di awal hubungan sosialnya dalam lingkup yang lebih luas dengan masuknya ia ke sekolah. Sekolah sendiri berpotensi besar dalam membangun kepribadian anak dengan adanya banyak anak di sana yang masing-masing mempunyai tingkat kecerdasan dan kegesitan tersendiri. Anak akan tergugah untuk bersaing dengan mereka dan hal inisangat berpengaruh pada karakternya. Beberapa faktor penting yang berkaitan dengan pembangunan karakter anak dalam fase ini antara lain adalah pola interaksinya dengan ayah, ibu, dan seluruh anggota keluarga yang lain, keadaan fisiknya, seperti tinggi dan berat badannya, serta hal-hal yang didengar dan dipelajarinya. Kebutuhan anak di fase remaja ini berbeda dengan kebutuhannya di fase-fase sebelumnya. Hal ini harus diperhatikan oleh orang tua dan diusahakan untuk memenuhinya. Kebutuhan anak tersebut antara laina dalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan primer, seperti makanan, minuman, dan pakaian.
2. Kebutuhan psikis, seperti ketenangan jiwa dan emosi.
3. Kebutuhan terhadap penerimaan dirinya oleh masyarakat.
4. Kebutuhan terhadap perhatian dan penghormatan atas dirinya.
5. Kebutuhan untuk mempelajari banyak hal yang dapat memupuk bakatnya sebagai bekal menempuh perjalanan panjang kehidupannya.
6. Kebutuhan untuk mengenal pemikiran-pemikiran yang menjadi wacana dalam masyarakat dan mengenal isi dunia yang tentu saja disesuaikan dengan kemampuan dan kematangan anak seusia ini.
Anak perlu mendapatkan perhatian yang ekstra ketat dalam melewati fase yang rentan ini, tetapi tentu saja dengan tetap memberinya kebebasan yang merupakan salah satu kebutuhan aslinya. Memang, mendidik anak di masa ini sangat sulit sehingga diperlukan usaha dan keuletan yang lebih besar dari orang tua dalam mendidik, menjaga, dan mengintrol setiap gerak-gerik anak, termasuk pola berpikir, perasaan, dan pelajaran sekolahnya. Selain itu, ayah dan ibu harus memenuhi memenuhi semua keperluannya yang beraneka ragam. Anak pada masa ini tengah membutuhkan pengarahan intensif dari orang tuanya, juga bimbingan mereka dalam mengarungi samudera kehidupan yang penuh tantangan dan lika-liku ini. Berikut ini kami kemukakan hal-hal penting yang berhubungan dengan pendidikan anak di fase ini.
1. Pendidikan Ekstra Ketat
Mendidik anak dengan baik dan benar dan mengajarinya budi pekerti yang luhur merupakan tugas dan tanggung jawab yang berada di pundak ayah dan ibu. Di lain pihak, adalah hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang benar tersebut. Pada fase ini, anak sangat memerlukan perhatian dan pengawasan ketat dari orang tuanya. Karena itu, orang tua harus meluangkan waktu dan tenaga yang lebih besar. Karena fase ini merupakan fase yang sulit dalam kehidupan, ayah dan ibu harus mengangkat tangannya dan berdoa kepada Allah swt agar mendapat taufik dalam mengemban tugas mulia dan besar ini. Banyak riwayat yang menekankan kewajiban mendidik anak dengan baik dan menanamkan akhlak yang mulai kepadanya.
Rasulullah saw bersabda :
أكر موا أولادكم واحسنوا ادا بهم
Artinya : Hormatilah anak-anak kalian dan perbaikilah perangainya.

Pendidikan di fase ini lebih penting pada fase-fase lainnya karena anak di usia ini relatif masih bersih dan belum tercemari sehingga mau mendengar dan menerima semua nasihat dan bimbingan. Karena itu, orang tua harus pandai-pandai mempergunakan kesempatan ini untuk mendidiknya dengan benar. Perlu dicatat, pendidikan yang ditekankan tidak lain adalah pendidikan dengan konsep Islami, yang menjadikan masalah penghambaan kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya menjadi poros segala masalah kehidupan. Jika kedua orang tua mampu menerapkan metode pendidikan ini dengan tepat, dapat dipastikan bahwa si anak kelak akan menjadi anggota masyarakat yang baik. Sejarah mencatat bahwa Ahlul Bait a.s. senantiasa menerapkan metode yang tepat dalam mendidik anak-anak mereka. Anak-anak mereka dipersiapkan dan dididik secara sempurna sehingga ketika dewasa mereka memiliki akhlak mulia serta menjadi teladan dalam segala hal. Ali a.s contohnya. Beliau melewati masa kecilnya di rumah Rasulullah saw semasa beliau belum dilantik sebagai nabi.
Ketika Rasulullah berdakwah, Ali adalah orang yang pertama kali menyatakan keimanan. Keimanan beliau itu betul-betul tulus yang ditunjukkan dengan ketaatan mutlak terhadap Allah dan rasul-Nya. Ketika dewasa, beliau menjadi teladan tanpa tanding dalam hal keberanian, pengorbanan, kedermawanan, kerendahhatian, kejujuran, dan seluruh keutamaan akhlak lainnya. Pada gilirannya, Imam Ali kemudian mendidik anak-anaknya dengan cara yang serupa sehingga mengantarkan mereka sampai ke puncak kesempurnaan akhlak.
Demikian juga yang terjadi pada para imam berikutnya. Beban yang dipikul oleh orang tua dalam mendidik anak akan makin berat seandainya masyarakat tempat mereka tinggal makin jauh dari Islam. Atau, bisa jadi secara realitas masyarakat beragama Islam, tetapi bentuk kehidupan yang Islami tidak termanifestasikan di dalamnya. Penyebabnya bermacam-macam, seperti pengaruh tradisi dan sikap konservatif, atau pengaruh keracuan sistem pendidikan anak-anak, yang terutama biasa kita dapatkan dari media massa seperti radio, televisi, film, dan lain-lain. Perlu dicatat juga bahwa pendidikan jasmani anak termasuk ke dalam bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan jiwa, mental dan kepribadian. Bahkan factor ini bias disebut sangat penting sehingga Rasulullah sendiri bersabda :
علموا أولادكم السبا حة والر ما ية
Artinya : Ajarilah anakmu berenang dan memanah.
Di kalangan ilmuwan psikologi dan pendidikan sendiri sudah lama diketahui bahwa kesehatan badan sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa.

2. Dorongan untuk Belajar
Pada fase ini, belajar adalah hal yang penting bagi anak-anak. Inilah saat yang tepat untuk memberikan dorongan belajar kepada mereka, mematangkan kekuatan akal, serta mewujudkan kecintaan hakiki mereka terhadap penguasaan ilmu. Pada masa ini, anak-anak memiliki potensi yang kuat untuk menghafal apapun yang sampai ke pendengarannya. Karena itu, proses belajar menjadi sangat penting untuk menanamkan berbagai pengetahuan dan membuatnya tetap melekat dalam ingatan anak. Berkaitan dengan hal ini. Rasulullah saw bersabda :
مثل الذي يتعلم في صغر كالنقش في الحجر
Artinya : Orang yang belajar di waktu kecil itu ibarat melukis di atas batu.
Demikian pentingnya pendidikan anak-anak sampai-sampai Rasulullah secara khusus berwasiat kepada orang tua.
مروا أولادكم بطلب العلم
Artinya : Perintahlah anakmu untuk mencari ilmu.
Bahkan menurut Rasulullah, pengajaran anak-anak adalah salah satu pintu rahmat Allah bagi orang tua mereka.
Dewasa ini, fungsi pengajaran baca tulis sudah dipegang oleh lembaga-lembaga pendidikan atau sekolah. Tetapi, itu tidaklah berarti bahwa peran orang tua tidak lagi diperlukan. Dalam kondisi seperti ini, harus ada kerja sama di antara orang tua dan sekolah. Harus juga diperhatikan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan di sini tentulah tidak sebatas pendidikan baca tulis. Segala hal yang memungkinkan untuk diajarkan kepada anak-anak, harus diajarkan. Jadi, pendidikan di sini meliputi seluruh bidang ilmu seperti kedokteran, humaniora, sastra, sejarah, filsafat, dan lain-lain. Yang juga tidak boleh dilupakan adalah pentingnya aspek pendidikan rohani dan ibadah. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah saw, bersabda tentang pentingnya pengajaran Al Qur'an.
... ومن علمه القر ان دعي بالابوين فكسيا حلتين تضي ء
من نورهما وجوه أهل الجنة
Artinya : Orang yang mengajarkan Al Qur'an itu kelak akan dipanggil dari dua pintu. Dia akan mengenakan dua pakaian yang memancarkan dua cahaya. Dari kedua cahaya itu tampaklah wajah penghubi surga.

Maksud dari pengajaran Al Qur'an di sini adalah pengajaran yang komprehensif, dimulai dari pengajaran membaca secara benar sesuai dengan kaidah bahasanya. Berikutnya, si anak harus didorong untuk menghafal beberapa ayat dengan memperhatikan tingkat kemampuan akal seorang anak kecil. Setelah itu, mereka juga perlu diajari tafsir beberapa surat yang relevan dengan kebutuhan anak, terutama yang berkaitan dengan aqidah dan akhlak, atau juga hal-hal yang berhubungan dengan hokum-hukum syar'iy (ibadah dan muamalah). Berikutnya, pada fase inilah si anak harus mulai diperkenalkan pada tata cara beribadah. Yang pertama kali harus diajarkan adalah tata cara wudhu dan shalat.

3. Melatih Anak untuk Patuh
Sikap patuh itu sebenarnya mudah dilakukan. Namun untuk melaksanakannya sesuai dengan kemampuan, diperlukan latihan. Anak perlu bantuan khusus dari orang tua dalam hal melatih diri bersikap patuh sehingga berbagai macam kesulitan yang mungkin ada pada kepatuhan itu bisa diminimaliasi. Atau lebih jauh lagi, si anak tidak merasa asing dengan kepatuhan dan mampu mengadaptasikannya dengan watak dan budi pekertinya sehingga kepatuhan itu menjadi kebiasaan sehari-hari. Diharapkan, kelask si anak akan melaksanakan berbagai macam bentuk kepatuhan dengan gembira, tanpa desakan, keterpaksaan, atau sikap malas. Metode yang ditawarkan Islam dalam melatih kepatuhan anak sangat memperhatikan kemampuan akal dan fisik si anak. Sebagai contoh dalam hal latihan melaksanakan shalat, Rasulullah saw bersabda :


مروا صبيانكم بصلا ة إذا بلغوا سبع سنين واضربو هم على تركها
إذا بلغوا تسعا
Artinya : Biasakanlah anak-anak untuk shalat ketika usianya mencapai tujuh tahun. Jika sampai usia sembilan tahun si anak masih meninggalkan shalat pukullah.

Memukul yang dimaksudkan dalam hadis ini bisa dalam pengertian yang sebenarnya, yaitu dalam bentuk pukulan fisik atau bisa juga berarti penunjukan sikap marah. Pukulan memang bisa berdampak negatif kepada anak. Akan tetapi, dampaknya itu akan segera hilang, dan itu artinya dampaknya ini sama sekali tidak berarti apa-apa jika dibandingkan kepentingan yang lebih besar yaitu pelatihan shalat. Metode pelatihan shalat yang terbaik adalah dengan memperhatikan tingkat kemampuan anak-anak. Artinya, mereka jangan sampai dibebani porsi yang sangat berat karenaitu akan menyebabkan ketidaksenangan terhadap shalat serta akan membangun dinding jiwa yang memisahkannya dengan shalat. Diriwayatkan bahwa Imam Ali Zainal Abidin a.s. menyuruh anak-anak untuk melakanakan shalat Dzuhur dan Asar di satu waktu, demikian juga dengan shalat Maghrib dan Isya'. Ketika hal tersebut ditanyakan kepadanya. Dengan demikian, waktu anak-anak itu tidak terambil kecuali untuk shalat-shalat yang diwajibkan. Padatahap pertama, anak-anak hanya boleh shalat-shalat yang diwajibkan. Pada tahap pertama, anak-anak hanya boleh dilatih untuk mengerjakan shalat-shalat wajib. Jika sudah terbiasa dan tumbuh rasa senang, seiring dengan pertambahan usia, mereka lama-kelamaan akan terbiasa pula mengerjakan shalat-shalat sunnah. Berkaitan dengan ibadah puasa, anak-anak harus sudah dilatih mengerjakannya pada usia tujuh tahun. Ketika usia mereka bertambah, porsi latihan bias ditambah dengan memperhatikan kesiapan mental dan batas kemampuan fisik. Jika seorang anak sudah melatih diri melakukan puasa pada usia-usia aal, bias dipastikan bahwa dia tidak akan lagi menganggap puaa sebagai beban tugas yang memberatkannya. Jenis latihan ketaatan yang lainnya adalah berkenaan dengan ibadah haji. Disunnahkan untuk melatih anak-anak melakukan ibadah ini. Cara melatih kepatuhan anak yang lain yang juga disunnahkan adalah dengan melatihnya berbuat kebajikan, seperti bersedekah kepada fakir miskin. Dampak positif lain dari latihan bersedekah adalah bahwa latihan ini bias menjadi metode terbaik dalam mendidik mereka untuk tidak terikat kepada hal-hal yang duniawi. Rasa cinta kepada harta juga akan banyak tereduksi dari jiwa anak dan tentu saja hal ini juga akan menumbuhkan rasa empati kepada fakir miskin. Tidak diragukan lagi bahwa latihan ibadah sejak kecil yang dilakukan oleh seorang anak akan menumbuhkan kebiasaan yang kelak akan dilakukan terus menerus olehnya ketika sudah dewasa. Dengan pembiasaan itulah mereka akhirnya mendapatkan rasa senang dan punya dorongan untuk melakukannya. Karena itu, orang tua harus selalu memberikan dorongan kepada anak-anak agar membiasakan diri taat menjalankan perintah agama dengan cara yang paling efektif, mungkin dengan pemberian perhatian, pujian, atau bisa juga dengan pemberian hadiah (bisa berupa materi atau spiritual).

4. Pengawasan Anak
Pada fase ini, keberhasilan pendidikan anak juga mensyaratkan adanya pengawasan orang tua terhadap mereka. Anak-anak perlu diarahkan kepada hal-hal yang benar dan baik. Mereka juga memerlukan pengawasan dalam hal cara berpikir, serta pengembangan imajinasi dan humanisme. Tentu saja, semua bentuk pengawasan itu harus dilakukan dengan cara yang benar jangan sampai membebani si anak. Dalam waktu-waktu tertentu, sebaiknya orang tua melakukannya dengan cara seakan-akan dia adalah seorang kawan yang sedang mencoba membantu si anak dari kesulitan yang ia hadapi. Pengawasan dalam hal pergaulan anak perlu lebih ditekankan dibandingkan dengan pengawasan di rumah. Orang tua harus memilihkan kawan-kawan bermainnya. Usahakan supaya kawan-kawannya itu hanyalah yang saleh-saleh. Terkadang, penjelasan dan nasehat tidak begitu berguna. Untuk itu, pemberian hukuman bias menjadi cara yang efektif. Mereka juga harus dilatih untuk instrospeksi dan mau menerima koreksi. Lebih jauh lagi, harus tertanam di benak mereka konsep pengawasan yang dilakukan Allah. Konsep ini sangat efektif sebagai tameng yang akan mencegah anak dari penyelewengan walaupun pengawasan dari orang tua tidak ada. Pada dasarnya, pengawasan adalah kewajiban ayah dan ibu. Mereka berdua memiliki porsi tugas yang disesuaikan dengan kemampuan dan pengalaman hidup. Karenanya, mereka berdua harus saling membantu. Akan tetapi, karena biasanya ayah lebih sering berada di luar rumah, porsi tugas pengawasan seorang ibu terhadap anaknya (baik anaknya itu laki-laki ataupun perempuan) terkadang menjadi lebih besar. Hal openting lain yang harus diperhatikan adalah bahwa jangan ampai si anak merasa tidak diacuhkan oleh orang tuanya. Kondisi pengawasan melekat harus selalu terjaga. Orang tua terkadang bisa meminta bantuak pihak-pihak lain untuk ikut mengawasi anaknya terutama dalam situasi yang di sana orang tua tidak bisa melakukannya. Dalam hal ini, mereka bisamemberikan kepercayaan kepada famili dan kawan terdekat. Demikian juga sekolah-sekolah dan institusi tempat si anak beraktivitas sosial memiliki peran pengawasan yang sangat besar dalam pendidikan si anak agar ia tidak terjerumus ke dalam penyimpangan perilaku.

5. Pencegahan atas Perilaku Asusila
Perilaku asusila termasuk di antara perilaku yang sangat berbahaya yang mengakibatkan berbagai krisis sosial. Karena itu, Islam sangat memperhatikan masalah ini secara khusus dengan mengajarkan cara-cara pencegahan dan terapi seandainya perilaku itu sudah terbentuk. Di sinilah tanggung jawab dan peran orang tua harus dijalankan dengan sungguh-sungguh karena pendidikan dalam rangka menghasilkan kesucian jiwa dan kesalehan anak-anak adalah tugas terpenting mereka. Rasulullah saw bersabda :
من حق الولد على والده أن يخسن اسمه إذاولدوأن يعلمه الكتا بة إذا كبر,
وان يعف فر جه إذا أدرك
Artinya : Hal-hal berikut ini adalah termasuk hak yang dimiliki seorang anak atas ayahnya, yaitu bahwa ayahnya memberinya nama yang bagus ketika lahir, mengajarkan kepadanya baca tulis ketika beranjak besar, serta menyusikan kehormatannya dari perilaku asusila ketika sudah mengenal masalah seksual.

Pendidikan yang berkaitan dengan penjagaan kesucian ini dilakukan dengan melakukan langkah-langkah pencegahan atas gejala asusila. Langkah-langkah ini harus dimulai sejak si anak belum mencapai usia baligh. Langkah pertama adalah menjauhkan anak-anak dari segala sesuatu yang bisa mengobarkan hasrat seksual. Mereka juga harus dijauhkan dari pengetahuan yang merangsang imajinasi. Langkah berikutnya yang harus dilakukan adalah dengan memisahkan tempat tidur anak-anak.
Rasulullah saw juga bersabda :
الصبي والصبي, والصبي والصبية, والصبية والصبية يفرق بينهم
في المضاجع لعشر سنين
Artinya : Ketika sudah mencapai usia sepuluh tahun, pisahkan tempat tidur anak-anak, baik antara anak laki-laki, laki-laki dan perempuan, atau antara anak anak perempuan.

Tentu saja yang dimaksud di sini adalah larangan ciuman dri orang-orang lain bukan dari keluarga sendiri seperti ayah, ibu, paman, dan semua famili yang termasuk ke dalam muhrim. Karena itu, larangan ini juga berlaku buat anak laki-laki.
Dalam hal ini, Rasulullah saw bersabda :
... والغلام لايقبل المر أة إذا جاز سبع سنين
Artinya : Jika seorang anak laki-laki telah berusia tujuh tahun, jangan biarkan ia mencium perempuan.

Jika perilaku tindakan asusila ini telah terjadi, orang tua bisa saja menjatuhkan hukuman sampai batas yang kira-kira membuat si anak jera dan tidak mengulanginya. Kita juga harus betul-betul mengawasi anak-anak terhadap segala hal yang memungkinkan terciptanya gejolak jiwa. Dewasa ini, hal-hal tersebut akan sangat mungkin terjadi karena mereka dikepung dengan aneka cerita, gambar, film, dan segala hal yang berpotensi merusak kesucian jiwa. Karena itu, sebagai bentuk pencegahan atas kemungkinan terjadinya perilaku asusila, kita harus mengawasi mereka manakala sendirian ataupun ketika mereka bersama orang lain.

6. Menciptakan Hubungan dengan Teladan yang Baik
Di akhir periode ini, anak-anak akan punya kecenderungan yang sangat kuat untuk meniru apapun yang ada pada diri kebanyakan orang turutama mereka yang menjadi lingkingan baginya. Para psikolog menamai sebuah gejala kejiwaan dari seorang anak pada usia ini yang selalu ingin meniru orang lain secara fisik dengan istilah "peniruan". Keinginan ini sangat cepat timbulnya dan akan cepat juga berhenti ketika sumber peniruan itu tidak ada. Para psikolog berpendapat bahwa pada dalam diri setiap manusia terdapat kebutuhan untuk memiliki idola. Kebutuhan ini angat signifikan. Dalam pandangan para psikolog itu, kepribadian idela yang menjadi idola bagi tiap manusia itu akan sangat bermacam-macam dan bergantung kepada berbagai faktor, seperti fisik, kejiwaan, dan sosial. Idola itu sangat mungkin kemudian akan diejawantahkan dalam paradigma dan cita-cita hidupnya. Karena itu, si anak tetap memerlukan contoh dan teladan dalam kehidupannya. Dalam hal ini, idola terbaik tentulah pribadi-pribadi agung yang bisa mereka dapatkan dalam diri orang-orang terdahulu. Mereka adalah para nabi, ahlul bait Rasulullah, sahabat dan tabi'in yang shalih, serta para ulama terdahulu. Merekalah teladan dalam berbagai keutamaan sifat serta kehormatan jiwa. Peneladanan anak-anak kepada merka inilah yang akan membentuk kepribadian mulia, mengikuti apa yang mereka teladani. Oleh sebab itu, orang tua berkewajiban untuk mengarahkan pandangan, pikiran, dan kecenderungan anak-anak ke arah pribadi-pribadi teladan sejak Nabi Adam a.s. hingga orang-orang mulia zaman sekarang. Pada diri mereka terdapat teladan-teladan yang secara histories memiliki konteks yang khas, tetapi semuanya mengandung nilai kemuliaan, kebajikan, dan kepemimpinan dalam hidup.
Keteladanan yang suci tersebut memiliki pengaruh dan tempat yang mulia di seluruh sudut kehidupan anak-anak. Dampak dari peneladanan itu akan termanifestasikan dalam kepribadian, mental, logika, dan paradigma hidup mereka. Pada gilirannya, hal ini akan mendorong si anak untuk mencapai posisi tinggi sebagaimana yang telah dicapai oleh orang-orang saleh yang mereka teladani.

C. Kesimpulan
Bahwa pembangunan karakter dan akhlaq mulia, kemajuan dan martabat bangsa bukan hanya ditentukan oleh prestasi material semata, tetapi juga oleh kekuatan akhlak, moralitas dan karakter bangsa. Pembangunan kekuatan akhlak, moralitas dan karakter bangsa tersebut harus dilakukan secara serius, konsisten. Para orang tua sangat menentukan karena anak sholeh merupakan amanat dari Allah swt kepada orang tua sebagai salah satu amal yang dapat dibawa sampai di akherat kelak. Semoga Allah swt meridhinya. Amin.